Kamis, 15 Januari 2009

Penerapan Ekonomi Syari'ah pada Otonomi Daerah

Selama 32 tahun di bawah pemeritahan orde baru sistem pemerintahan Indonesia cenderung bersifat sentralistik dan otokratik. Kedua ciri itu saling memperkuat satu sama lain sehingga mengurangi kebebasan masyarakat untuk mengaktualisasikan eksistensinya sebagai warga negara. Sejak Soeharto mengundurkan diri pada Mei 1998,Indonesia menghaapi berbagai tekanan dari berbagai kelompok untuk melakukan perubahan ke arah Demokratisasi di setiap kehidupan berbangsa dan bernegara. Tekanan itu kemudian melahirkan pemilihan umum yang tegas,kebebasan pers untuk menyampaikan informasi. Suasana keudian melahirkan tekanan kepada pemeritah pusat untuk mendesentralisasikan lebih banyak kewenangan dan tanggung jawab kepada Daerah.
Lahirnya UU No.22 tahun 1999 tentang pemeritahan daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang telah di revisi menjadi UU No.32 dan 33 tahun 2004 merupakan langkah baaru untuk membenahi penyelenggaraan pemerintahan. Kedua UU ini di dasarkan pada lima prinsip:
· Demokrasi
· Meningkatkan dan memperkuat peran serta masyarakat
· Pemerataan dan keadilan
· Memperhtikan potensi dan keanekaragaman daerah
· Mengembangkan peran dan fungsi DPRD
Kelima prinsip inilah yng merupakan tema utama gerakan reformasi yang mendambakan gerakn perbaikan dalam berbgai sektor pelayanan pemerintahan.
Dewasa ini terkandung visi yang dapat di rumuskan pada tiga ruang lingkup interaksi yang utama. Yaitu:
Bidang Politik,karena kebijakan desentralisasi merupakan salah sat bentuk demokratisasi, maka otonomi daerah harus dipahami sebagai sebuah proses yang menuju di bukanya ruang bagi lahirnya kepala pmerintahan deaerah yang di pilih secara demokratis. Dan memugkinkan terpeliharanya suatu mekanisme pembuatan keputusan yang taat pada asas pertanggung jawaban publik.
Bidang Ekonomi, otonomi daerah disatu pihak harus bisa menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di lain pihak mendorong terbukanya peluang bagi pemerintah daerah untu mendorong kebijakan lokal dan regional guna mengoptimalkan pendayagunaankonomi daerah.
Bidang Sosial Budaya, demi tercipta dan terpeliharanya harmonisasi sosial, pada saat yang sama juga terpeliharanya nilai-nilai lokal yang dipandang kondusif bagi upaya peningkatan kemampuan masyarakat setempat untuk merespon dinamika kehidupaan disekitarnya.
Secara garis besar tujusn utama otonomi daerah adalah: 1) efisiensi dan efektifitas sumber daya lokal, 2) melibatkan dan mendekatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan serta parisipasi dalam proses pembangunan,3) peningkatan pelayanan umum kepada masyarakat.
Setelah memahami visi dan tujuan utama kebijakan otonomi daerah, maka sesungguhnya telah membuka ruang dan kesempatan untuk penerapan ekonomi syari’ah. Tentu hal tersebut tidak semudah membalikan telapak tangan, masih membutuhkan proses yang panjang. Harus disadi juga bahwa untuk mencapai sesuatu yang besar dan mulia tidak akan pernah sepi dari tantangan dan hambatan. Disinilah pentingnya memahami makna perjuangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar